Rabu, 29 April 2015

Sajak Kurang

Karya: Zajran

Kurang...
Kurang?
Kurang!!!

Selalu kurang
Kenapa kurang?
Karena kurang...
Alah! Kurang!

Ini itu kurang
Belum mulai teriak kurang
Sudah selesai bilang kurang
Dikasih lebih tetap kurang
Dikasih kurang apalagi!

Teriak kurang sekali lagi
Kuhempas palamu ke karang!
Tapi pasti kurang
Dan memang selalu kurang
Karena semua kurang
Dan kurang, tak ada yang sempurna.

Senin, 06 April 2015

Pinokio[i]




Kakek Geppeto tua sangat mendambakan seorang anak laki-laki. Ia sangat kesepian. Hidup sendirian disebuah rumah di dalam hutan. Kerjaannya setiap hari hanya memahat boneka kayu untuk dijual pada pertunjukkan.
Mendengar kisah Kakek Geppeto, peri yang baik hati mengirimkan sebuah kayu ajaib untuk diberikan kepada kakek malang ini. Ia mengutus Tuan Cherry untuk memberikan kayu tersebut kepada Kakek Geppeto. Dibuatlah oleh Kakek Geppeto sebuah boneka laki-laki dari kayu yang diberikan oleh Tuan Cherry tersebut.
Pada malam harinya ketika Kakek Geppeto tidur, peri datang menghampiri rumahnya. Peri tersebut masuk ke dalam sebuah ruangan yang penuh dengan boneka kayu. Ia melemparkan pandagan ke sekeliling. Ia melihat sebuah boneka kayu. Boneka laki-laki berhidung mancung mengenakan topi. Dengan sihir yang ada pada tongkatnya, peri tersebut membuat boneka laki-laki itu hidup.
Keesokan paginya,  Kakek Geppeto terbangun karena asap mengepul di dalam rumahnya. Ia segera berlari menuju sumber api yang membuat kepulan asap di dalam rumahnya. Ternyata api tersebut berasal dari kompor di dapur. Ia melihat sebuah boneka kayu yang kaki kanannya terbakar terbaring di lantai. Kakek Geppeto segera memadamkan api yang ada di kompor dan kaki boneka tersebut dengan karung basah.
“Aku mencoba membuat omelet. Maafkan aku,” seru boneka kayu tersebut.
“Astagaaaaaa, kau hidup?! Tak apa, tak apa. Aku akan buatkan kaki pengganti untuk mu. Kemari Pinokioku sayang,” kata Kakek Geppeto seraya memeluk boneka kayu tersebut.
“Jadi namaku Pinokio?”
“Ya! Kau adalah Pinokio anakku.”
Kakek Geppeto tidak pernah merasa sebahagia ini. Ia sangat mendambakan seorang anak lelaki dan kini Ia sudah memilikinya. Ia segera membuat kaki pengganti untuk Pinokio dari sisa kayu pemberian Tuan Cherry. Ia segera memasangkan kaki tersebut kepada Pinokio setelah kaki tersebut jadi.
“Jadilah anak yang pintar dan buatlah papa bangga ya, nak.” Ujar Kakek Geppeto sambil memasangkan kaki yang baru untuk anaknya itu.
“Baiklah, papa. Aku akan membuat papa bangga dan akan menghasilkan banyak uang untuk papa.”
Kakek Geppeto memandang Pinokio penuh arti. Kini Ia tidak kesepian lagi. Ia sangat sayang kepada Pinokio. Ia menyayangi Pinokio bagai anak kandungnya sendiri.
Pada keesokan harinya, Kakek Geppeto pergi ke pasar untuk menjual mantelnya. Ia sengaja melakukan itu untuk membelikan sebuah baju dan buku-buku bagi Pinokio. Kakek Geppeto segera pulang ke rumah dan menghampiri Pinokio. Ia memakaikan baju yang baru saja Ia beli pada Pinokio. Ia juga memberikan buku-buku dari hasil penjualan mantelnya tersebut pada anaknya itu.
“Kau harus menjadi anak yang pintar. Mulai sekarang kau harus sekolah,” seru Kakek Geppeto.
“Baik, papa.”
****
Delapan belas tahun berlalu. Kakek Geppeto semakin tua dan Pinokio tumbuh menjadi anak yang pintar walaupun terkadang Ia sedikit polos. Ia selalu juara selama masa sekolahnya. Karena kepintarannya, kini Pinokio duduk dalam jajaran pemerintahan di daerah tempatnya tinggal.
Pinokio pulang ke rumah setelah berita pemberitahuan tentang dirinya yang diangkat dalam jajaran pemerintahan. Ia segera menemui ayahnya yang sekarang sudah jarang memahat untuk membuat boneka kayu lagi.
“Janjimu sudah kau tepati. Kau sudah membuatku bangga anakku,” kata Kakek Geppeto yang duduk disebuah bangku ayunan kesukaannya yang terbuat dari kayu pinus.
“Iya, papa. Sekarang aku menjabat sebagai salah satu bawahan Gubernur Aberto. Ia adalah seorang yang sangat bijak dan juga baik kepada bawahannya.”
“Oh benarkah? Bagus kalau begitu. Kau harus selalu mendengarkan segala perkataanku.”
“Iya, papa.”
“Jika Gubernur Aberto memberikan perintah padamu kau harus datang kepadaku terlebih dahulu.”
“Baiklah, papa. Aku akan menuruti segala perkataanmu.”
Pada suatu hari Gubernur Aberto memberikan tugas kepada Pinokio untuk menemui Presiden Ernesto di Roma. Ia menyuruh Pinokio untuk mengambil surat buatan Presiden Ernesto untuknya.
“Pinokio, bisakah kau membantuku?” Tanya Gubernur Aberto.
“Siap, Gubernur. Apa yang harus saya lakukan?” Balas Pinokio.
“Bisakah kau pergi ke Roma untuk menjemput surat penting dari Presiden Ernesto?”
“Bisa, Gubernur.”
“Karena Roma lumayan jauh, ku beri waktu kau 4 hari untuk melaksanakan tugas ini. Kau bisa menggunakan kereta untuk menuju ke sana.”
“Siap, Gubernur.”
Setelah Gubernur Aberto menyuruh Pinokio untuk pergi ke Roma, Ia pulang ke rumah untuk bersiap-siap. Pada perjalanan menuju rumah, Pinokio teringat perkataan Kakek Geppeto. Ia harus menemui Kakek Geppeto jika mendapat perintah dari Gubernur Aberto. Ketika sampai di rumah Pinokio menghampiri Kakek Geppeto yang sedang duduk di bangku ayunan kesukannya.
“Pasti kau mendapatkan perintah dari Gubernur Aberto.” Tebak Kakek Geppeto.
“Papa tau dari mana?” Tanya Pinokio.
“Aku tahu kau tidak akan pernah mendustaiku. Kau selalu menuruti perkataanku. Kau ini adalah anakku, anak buatanku. Apa perintah yang diberikan kepadamu?”
“Aku disuruh ke Roma, menjemput surat dari Presiden Ernesto untuk Gubernur Aberto. Lantas apa yang harus ku lakukan, papa?”
“Kau tidak usah pergi ke sana. Diamlah di rumah, nanti biar aku buatkan surat palsu untuknya.”
“Kenapa begitu, papa?”
“Ini adalah kesempatan untuk mu. Kau bisa menjatuhkan Gubernur Aberto dari jabatannya dan kau akan menggantikannya.” Seru Kakek Geppeto. Pinokio terkejut dengan perkataannya. Tapi apa boleh buat, Pinokio adalah anaknya. Ia tidak berani menentang Kakek Geppeto.
Pinokio tidak benar-benar pergi ke Roma. Ia hanya diam di rumah menuruti perkataan Kakek Geppeto. Kakek Geppeto sudah selesai menulis surat palsu yang Ia janjikan pada Pinokio. Ia menulis surat yang isinya adalah pencopotan Gubernur Aberto dari jabatannya dan perintah untuk mengangkat Pinokio sebagai gubernur baru pengganti Gubernur Aberto. Melihat isi surat ini, Pinokio kaget bukan kepalang. Tapi apa boleh buat, Ia tidak berani menentang Kakek Geppeto.
Setelah empat hari berlalu, Pinokio pergi menemui Gubernur Aberto di kantor. Ia langsung memberikan surat palsu buatan papanya kepada Gubernur Aberto.
“Terima kasih, Pinokio. Apa Presiden Ernesto menitipkan pesan untukku?” Tanya Gubernur Aberto.
            “Tidak, Gubernur.” Jawab Pinokio bohong. Ia merasakan ada sesuatu yang bergerak-gerak di dalam celananya.
“Oh baiklah. Apakah perjalanan mu ke Roma nyaman?”
“Tidak begitu, Gubernur. Banyak hambatan yang aku temui selama perjalanan.” Ujar Pinokio. Sekali lagi, Ia merasakan seperti ada yang bergerak di dalam celananya. Ia merasakan seperti ada yang merangsang dan ereksi.
            Gubernur Aberto membuka surat palsu tersebut. Setelah Ia membaca isi suratnya, mukanya memerah. Ia sangat terkejut dan merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja Ia baca.
“Eeeerrrr. Pinokio, apa ini benar surat dari Presiden Ernesto?” Tanya Gubernur Aberto.
“Iya, Gubernur.” Jawab Pinokio. Kini Ia sadar, alat kelaminnya akan membesar ketika ia berkata bohong.
            Karena bijaknya Gubernur Aberto, Ia menaati isi dari surat tersebut. Gubernur Aberto pergi meninggalkan kantor dan menyerahkan surat tersebut kepada sekretarisnya. Pinokio masih berdiri di ruangan yang sama di mana Ia menemui Gubernur Aberto. Ia merasakan sakit pada bagian kelaminnya. Mungkin itu karena alat kelaminnya yang kini semakin membesar berusaha keluar dari sarangnya.
Keesokan harinya, Pinokio diangkat menjadi gubernur pengganti Gubernur Aberto. Acara tersebut dihadiri oleh para masyarakat sekitar. Ia masih merasakan sakit pada alat kelaminnya. Sekitar lima belas menit acara pembukaan berlalu, Pinokio akhirnya memberikan pidato pertamanya di depan masyarakat.
Dalam pidatonya, Pinokio menjelaskan bahwa diangkatnya Ia sebagai gubernur adalah atas perintah dari Presiden Ernesto. Pada saat Ia mengatakan berbagai kebohongan dalam pidatonya, alat kelamin Pinokio menjadi semakin besar. Pinokio merasa kesakitan. Akhirnya alat kelamin tersebut keluar dari sarangnya, muncul dari sela-sela ritsleting celana Pinokio. Masyarakat yang melihat hal tersebut kaget. Pinokio langsung berusaha memasukkan kembali alat kelaminnya ke dalam celana dan melanjutkan kembali pidatonya.
            Ditengah pidato Pinokio, datang seseorang yang terlihat seperti pejabat pemerintahan. Ia langsung naik ke atas panggung dan langsung menghampiri Pinokio yang sedang berpidato.
            “Kau telah melakukan perbuatan keji. Memalsukan surat Presiden Ernesto dan menendang Gubernur Aberto dari jabatannya!” seru pria itu dengan lantang di depan masyarakat.
            Pinokio langsung menyudahi pidatonya. Pria yang tak dikenal itu lalu berteriak di atas panggung yang sedari tadi digunakan Pinokio untuk berpidato.
            “Bunuh orang ini. Ia adalah penjilat! Aku adalah utusan Presiden Ernesto dan ditugaskan ke sini untuk menghukum pria keji ini.” Teriak pria tersebut seraya menunjuk-nunjuk ke arah Pinokio.
            Masyarakat yang tenang berubah menjadi gusar. Mereka mengejar Pinokio yang lari menuju ke tempat yang dulunya hutan, tempat di mana berdiri sebuah rumah yang ditinggali olehnya dan Kakek Geppeto selama ini. Masyarakat yang geram mengejar dan meneriaki Pinokio dengan kata-kata kotor. Pinokio yang berhasil masuk ke dalam rumah berlari menuju Kakek Geppeto. Napasnya terengah-engah.
            “Papa, masyarakat tahu yang sebenernya. Mereka sekarang berada di luar dan ingin membunuh ku.” Seru Pinokio ketakutan.
            “Yasudah. Kau tenang saja di dalam sini bersamaku.”
            “Baiklah, papa.” Pinokio selalu menuruti perkataan Kakek Geppeto. Ia tidak pernah sekalipun menentang perkataan Kakek Geppeto.
            Masyarakat yang rusuh di luar semakin menjadi-jadi. Salah satu dari mereka teriak “bakar rumah ini serta penghuninya.” Suasana semakin mencekam dan akhirnya masyarakat membakar rumah itu. Api menjalar cepat ke segala penjuru rumah. Sebelum Pinokio dan Kakek Geppeto mati, Kakek Geppeto berkata:
            “Aku sudah mendapatkan kebahagiaan. Aku sudah mendapatkan apa yang aku inginkan. Sekarang tak ada salahnya jika aku mati.”
Api menjilat rumah itu hingga habis. Kenangan Pinokio bersama Kakek Geppeto tua hanya tersisa dalam memori, menyatu dalam abu yang tidak abadi.



[i] Pinokio adalah tokoh sentral dalam cerita Petualangan Pinokio karangan Carlo Collodi.